Cara mendidik anak atau pola mengasuh anak selalu menjadi perdebatan bagi orangtua.
Sekarang, semenjak adanya undang undang yang mengatur soal hukuman kasus kekerasan anak, polemik pun berkembang di masyarakat mengenai adanya perbedaan cara mendidik anak oleh masing-masing individu yang menjadi orangtua.
Jika generasi terdahulu mungkin terbiasa mendapat pukulan rotan saat malas belajar atau membersihkan rumah, maka berbeda dengan kondisi saat ini.
Padahal, diakui sebagian besar orangtua zaman dulu, cara mendidik anak seperti itu dapat membuat mental anak lebih tangguh untuk menghadapi tantangan kehidupan.
Maksud "keras" di sini tentu tidak selalu dengan kekerasan fisik, tapi juga disiplin dan ketegasan tinggi saat mengasuh anak.
Lalu, benarkah mendidik anak secara "keras" bikin anak lebih tangguh dan sukses?
“Terjadi perubahan era yang tidak lagi dapat disamakan antara era dulu dan sekarang. Oleh karenanya, gaya pengasuhan saat ini perlu menyesuaikan dengan era sekarang. Anak era dulu dan sekarang berbeda secara daya juangnya. Anak dulu cenderung lebih gigih dan tangguh, namun penyebabnya bukan karena didikan yang keras dan kasar, tapi lebih kepada perbedaan era,” jelas Ayoe Sutomo, Psikolog.
Generasi sebelumnya, akses dan fasilitas kemudahan diakui Ayoe masih sangat terbatas.
Untuk mendapatkan sesuatu juga begitu sulit, berbeda dengan kini yang akses terhadap semua fasilitas menjadi lebih mudah.
Kondisi ini yang menurut Ayoe secara tidak langsung mengubah paradigma anak lebih kepada result oriented dan harus cepat.
Sementara, generasi zaman nenek atau orangtua kita dulu terbiasa tidak mendapat kemudahan dalam akses fasilitas, maka menganggap perjuangan untuk memiliki sesuatu adalah hal wajar yang lebih dapat diterima.
Pendapat cukup berbeda turut dilontarkan oleh Psikolog muda, Adinda Reska Budiani, pada tabloidnova.com.
Adinda memaparkan bahwa memang terdapat beberapa contoh kasus, sayangnya belum bisa dipastikan seratus persen alasannya.
Diakui, cara mendidik anak secara "keras" bikin anak lebih tangguh dan sukses ketimbang yang terlalu lemah lembut, memanjakan, atau terkesan "mengalah" pada anak.
“Keras tidak berarti harus memukul, kan? Keras di sini maksudnya mengajarkan anak bahwa untuk punya sesuatu memerlukan usaha keras dan niat. Jangan biasakan anak mendapat keinginannya tanpa mengajarinya berusaha dan belajar,” ujar Adinda.
Lebih lanjut, ia menuturkan kalau cara mendidik anak secara keras seperti inilah yang membuat anak justru punya mental lebih tangguh, tapi tanpa membuat fisik anak tersakiti atau menderita.
“Contoh paling umum ialah menerapkan reward jika anak rajin belajar atau menekuni hobi positifnya. Berikan fasilitas sesuai kebutuhan tumbuh kembang anak secara tidak berlebihan, tapi juga tidak berkecukupan,” tutup Adinda.(tabloidnova.com)