kotabontang.net - Di pesisir Kota Taman, julukan Kota Bontang, Kalimantan Timur, masyarakat terbiasa berkomunikasi dengan bahasa daerah. Budaya yang akhirnya juga diikuti anak cucu mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Kabut belum juga turun dari peraduan, Ismail sudah buru-buru bergegas menuju pelabuhan Tanjung Limau di Kecamatan Bontang Utara. Sebentar lagi, kapal yang ditumpanginya berangkat menuju Gusung, pulau kecil di pesisir Bontang.
Aktivitas ini saban hari dilakukan Ismail. Jarak Gusung dengan perkotaan, membuat guru Sekolah Dasar Negeri 011 ini mau tidak mau harus membuka mata sejak pagi buta. Maksudnya, agar tiba tepat waktu di sekolah untuk mengajar.
Tapi, tantangan 'Umar Bakri' satu ini bukan hanya itu. Proses mengajar anak-anak nelayan di sana, jauh lebih berat dari aktivitasnya bangun di pagi hari.
Ya, masyarakat kebanyakan menganggap, mengajar di pesisir mudah. Alasannya, apalagi kalau bukan jumlah murid yang hanya sekelumit.
Tapi, ternyata, mengajarkan ilmu kepada anak-anak pesisir sukar dilakukan. Sebabnya, adalah komunikasi. Ismail boleh saja fasih berbahasa Indonesia. Tapi, lain cerita dengan anak-anak pesisir ini.
"Mayoritas murid masih menggunakan bahasa daerah," kata Ismail.
Anak-anak ini memang masih sukar menerima materi pelajaran. Terutama jika Ismail menerangkannya dalam bahasa Indonesia. Bingung? Sudah pasti. Itu dapat dilihat saat mereka ditanya. Jawaban nonverbalnya selalu sama, diam.
"Mereka juga jarang mengajukan pertanyaan," tutur pria yang sudah mengajar di SDN 011 Gusung ini selama 15 tahun terakhir.
Kendala ini bukan tanpa solusi. Diam-diam, Ismail mencoba belajar bahasa ibu dari anak didiknya. Seiring berjalannya waktu, komunikasi dapat dijalin. Namun, prosesnya tetap sedikit demi sedikit.
Di sana, Ismail mengajar di kelas III dengan 12 murid. Secara keseluruhan, ada 58 murid di sekolah dasar pelat merah itu dengan 8 guru. Rinciannya, satu kepala sekolah, satu guru agama, dan sisanya guru kelas.
Suara senada juga diungkapkan kepala sekolah di Teluk Kadere, Rasnawati Rais. Di salah satu pesisir Bontang ini, Rasnawati juga mengaku kadang kesulitan mengajar. Masalah bahasa menjadi faktor utamanya.
Namun, karena tinggal di tempat yang tak jauh dari sekolah, lama kelamaan Rasnawati paham dengan bahasa daerah yang mereka gunakan.
"Awalnya saja kami kesulitan berkomunikasi. Tapi sekarang bukan kendala lagi," tutur Rasnawati.
Berbeda dengan Gusung, jumlah siswa dari kelas I hingga kelas VI di Teluk Kadere jauh lebih sedikit, yakni hanya 27 murid. Hal ini dianggap wajar lantaran jumlah masyarakat di sana juga sedikit.
Untuk diketahui, jumlah SD di pesisir Bontang ada 6. Detailnya, 4 sekolah negeri dan 2 sekolah swasta. Dari jumlah itu, hanya ada 30 guru yang mengajar di sana. Kebanyakan dari mereka berasal dari kota.
Makanya, untuk menuju ke sekolah, para guru harus menempuh perjalanan via transportasi air selama 30 menit sampai 40 menit. Karena lewat laut, tak jarang mereka tak bisa mengajar jika kondisi cuaca sedang buruk. (VIVA.co.id - Oleh : Syahrul Ansyari, Qadrie (Balikpapan))