kotabontang.net - SETIAP tahun, majalah TIME menggelar pemilihan People of The Year. Manusia paling banyak mempengaruhi pemberitaan di media massa tahun ini rencananya diumumkan 10 Desember nanti. TIME juga mengajak Anda untuk ikut polling pemilihan People of The Year versi pembaca yang pemenangnya akan diumumkan 8 Desember.
Pemilihan tahun ini menjadi lebih menarik bagi pembaca dari Indonesia karena Presiden Joko Widodo masuk dalam deretan tokoh dunia seperti, peraih Nobel Perdamaian Malala Yousafzai, Tony Stark alias Iron Man versi dunia nyata; Elon Musk, jawara tahun lalu Paus Fransiskus, serta (lagi-lagi) Presiden Barack Obama.
Sejauh ini, ternyata suara untuk Jokowi masih kalah dengan Perdana Menteri India Narendra Modi dan aktivis pro-demokrasi paling seksi saat ini, Joshua Wang. Tapi, seberapa penting sebenarnya Jokowi meraih gelar People of The Year dan nampang di sampul TIME?
Lomba orang paling berpengaruh, yang juga banyak dilakukan di Indonesia, menjelaskan obsesi manusia terhadap manusia lainnya. Sifat ini sudah lama dimanfaatkan oleh media massa sebagai aturan dalam kamar redaksi. Setiap peristiwa sebisa mungkin diambil dari segi humanisnya.
Mana judul berita yang lebih menarik, 'Puluhan Warga Miskin Tak Dapat Dan Kompensasi BBM' atau 'Perjuangan Sutini Mondar-mandir Demi Uang Kompensasi?' (Sebenarnya, judul yang terakhir itu adalah berita yang saya buat pekan lalu).
Dibandingkan menjelaskan situasi politik atau moneter yang rumit, media lebih suka menempatkan tokoh-tokoh seperti Steve Jobs atau Osama Bin Laden sebagai angle dalam ribuan berita yang terhidang setiap harinya. Setiap cerita harus punya wajah. Sekarang Anda bisa mulai menghitung betapa banyaknya berita dengan judul yang menyebutkan nama tokoh di media langganan Anda.
Lalu, apa masalahnya? Seorang mahasiswa yang pernah membaca buku 'Sembilan Elemen Jurnalisme' karangan Bill Kovach dan Tom Rosenthiel dan kebetulan juga menggandrungi acara infotainment dapat menguraikan kecenderungan tersebut sebagai sifat dasar manusia yang ingin terhubung dengan manusia lainnya. Dorongan primal yang membuat sosok legenda Pheidippides, sang pembawa pesan punya dedikasi untuk berlari tanpa henti dari Marathon menuju Athena (dan akhirnya mati) untuk mengabarkan kemenangan tentara Yunani atas Pertempuran Marathon.
Itu adalah genealogi masyarakat informasi. Namun, kebutuhan akan informasi yang menjadi sekadar obsesi terhadap manusia dapat membawa kita kepada sesat pikir. Ahli Zaman Pencerahan Inggris dan Skotlandia, Rolf Dobelli dalam bukunya, The Art of Thinking Clearly, menyebutkan obsesi terhadap manusia mengarahkan seseorang pada Kesalahan Atribusi Dasar. Ini adalah semacam penyakit akibat menilai terlalu tinggi pengaruh individu serta menganggap enteng faktor-faktor eksternal dan situasional.
Jika kita terlalu menilai tinggi pengaruh Joshua Wong, kita akan lupa bahwa ia "hanyalah" wajah protes masyarakat Hongkong terhadap pemerintahan Tiongkok. Di belakang Wong, tentu ada ribuan manusia lain yang berderak marah kepada Tiongkok karena dianggap terlalu merecoki politik dalam negeri.
Lalu apakah betul Jokowi dan Ahok adalah sosok jagoan yang menjadi anti-thesis pemerintahan masa lampau yang korup dan ribet? Bukankah mereka dapat berdiri karena anda -bagian dari masyarakat golongan menengah Indonesia yang sedang bangkit- telah memilih dua orang ini?
Orang-orang juga terlalu membesarkan peran kepala daerah pada persoalan tata kota sehingga mengutuk wali kota ketika terjebak banjir. Apakah persoalan banjir hanya disebabkan inkompetensi wali kota? Kekuatan untuk menghancurkan atau membangun sebuah peradaban kota tentunya ada di tangan warga.
Sekali lagi saya ingin mengutip dari buku Rolf Dobelli di atas yang judulnya sungguh bisa membuat orang tersinggung karena merasa dituding sesat-pikir kronis: "Sebesar apapun kita terkesima akan pertunjukan hidup, orang-orang yang berada di atas panggung bukan individu sempurna yang mengatur dirinya sendiri. Sebaliknya, mereka terseok dari situasi ke situasi. Jika Anda ingin memahami pertunjukan yang sedang berlangsung saat ini -benar-benar memahaminya- maka lupakan pemainnya. Perhatikan baik-baik tarian pengaruh yang menimpa aktornya.